1.1.
Pengertian Hakikat Manusia
Sifat hakikat
manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil
membedakan manusia dengan hewan meskipun antara manusia dan hewan banyak
kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Kesamaan secara biologis
ini misalnya adanya kesamaan bentuk (misalnya kera), bertulang belakang seperti
manusia, berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan dan
menyusui anak, pemakan segalanya, dan adanya persamaan metabolisme dengan
manusia. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu zoon
politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia
sebagai das kranke tieri (hewan yang sakit) (Drijakara, 1962:138).
Kenyataan dalam pernyataan tersebut dapat
menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa manusia dan hewan hanya berbeda
secara gradual, yaitu suatu perbedaan yang melalui rekayasa dapat dibuat
menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperatur lalu menjadi
es batu. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan, orang hutan,
misalnya, dapat dijadikan manusia. Upaya manusia untuk mendapatkan keterangan
bahwa hewan tidak identik dengan manusia telah ditemukan. Charles Darwin dengan
teori evolusinya telah berjuang untuk menemukan bahwa manusia berasal dari
kera, tetapi temuannya ini ternyata gagal. Ada misteri yang dianggap
menjembatani proses perubahan dari kera ke manusia yang tidak sanggup
diungkapkan yang disebut the missing link, yaitu suatu mata rantai yang putus.
Ada suatu proses antara yang tak dapat dijelaskan. Jelasnya tidak ditemukan
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari
primata atau kera melalui proses evolusi yang bersifat gradual.
Ø Hakikat manusia dalam Islam diperkenalkan dalam tiga
istilah yaitu:
a.
Al-Insan, digunakan
menggambarkan pada keistimewaan manusia penyandang predikat khalifah di muka
bumi, sekaligus dihubungkan dengan hakikat penciptaanya.
b.
Al-Basyar, diartikan
bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di
dalamnya, seperti makan, perlu hiburan, seks dan sebagainya.
c.
An-Nas, menunjukkan
pada hakekat manusia sebagai makhluk sosial. Kata ini juga ditujukan kepada
seluruh manusia tanpa melihat statusnya apakah beriman atau kafir.
Adapun beberapa hakikat manusia :
1.
Makhluk yang memiliki Pikiran dalam yang dapat menggerakkan
hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2.
Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab
atas tingkah laku intelektual dan sosial.
3.
Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu
mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4.
Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus
berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
5.
Individu yang dalam
hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya
sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
6.
Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung
kemungkinan baik bagi yang memahami keagamaannya.
2.2. Wujud Sifat Hakikat Manusia
ü Kemampuan menyadari diri.
Kaum Rasionalisme menunjuk kunci perbedaan manusia dengan
hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat
adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia, maka manusia menyadari
bahwa dirinya (akunya) memiliki cirri yang khas atau karakteristik diri.
ü Kemampuan Bereksistensi
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kemampuan untuk
menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemempuan
menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut dengan kemempuan
bereksistensi. Jika seandainya pada diri amnesia tidak terdapat kebebasan atau
kemampuan bereksisitensi, maka manusia itu tidak lebih dari hanya sekedar
esensi belaka, artinya ada hanya sekedar berada dan tidak pernah mengada atau
bereksisitensi.
ü Kata Hati
Kata
hati merupakan kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang
buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Tujuannya agar orang memiliki
keberanian moral yang didasari oleh kata hati yang tajam.
ü Moral
Moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang
benar-benar baik bagi manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau
moral yang tinggi atau luhur. Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron dengan
kata hati yang tajam ataupun merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul
disebut moral yang buruk, lazimnya disebut tidak bermoral.
ü Tanggung Jawab
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk
menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan
bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga sanksi apapun
yang dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh agama-agama), diterima
dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
ü Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh
sesuatu), tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan dalam arti
yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan. Kemerdekaan berkaitan
erat dengan kata hati dan moral.
ü Kewajiban dan Hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul
sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk social. Yang satu ada hanya
oleh karena adanya yang lain. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang
mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang
berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut (yang pada saat itu belum dipenuhi),
begitu sebaliknya.
ü Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kemampuan Menghayati Kebahagiaan adalah suatu istilah yang
lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan hidup yang disebut “kebahagiaan” ini
meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan.Proses
integrasi dari kesemuanya itu (yang menyenangkan maupun yang pahit)
menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut “bahagia”.
2.3.
Dimensi-dimensi Hakikat Manusia
Para ahli
mengatakan bahwa pada abad ke- 20 manusia mengalami krisis total, disebut
demikian karena yang dilanda krisis bukan hanya segi-segi tertentu dari
kehidupan seperti krisis ekonomi, krisis energi dan sebagainya, melaikan yang
dilanda krisis ialah manusia itu sendiri. Dalam krisis total manusia mengalami
krisis hubungan dengan masyrakat, dengan lingkunganya, dengan tuhannya, maupun
dengan dirinya sendiri. tidak ada hubungan pengenalan, pemahaman dan kemesraan
dengan sesama manusia. Dalam hal inilah yang melanda manusia sehingga manusia
semakin jauh dari kebahagian.
Dalam hubugan ini
pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai wahana untuk mengantar
peserta didik untuk mencapai kebahagiaan yaitu dengan jalan membantu mereka
meningkatakan kualitas hubungannya dengan dirinya, lingkunganya dan tuhannya.
Untuk menciptakan rasa kebersamaan dengan individu lain nya, rasa menghormati,
serta menjalin hubungan yang baik, maka diperlukan dimensi-dimensi dalam
kehidupan sehari-hari agar terciptanya manusia yang sempurna dan berahklak yang
baik.
a). Dimensi keindividuan
Pengertian
Manusia
sebagai makhluk individu dimaksudkan sebagai orang yang utuh (individual;
in-devide : tidak terbagi) yang terdiri dari kesatuan fisik dan pisikis.
Keberadaan ini bersifat unik (unique), artinya berbeda antara yang satu dari
yang lainnya.
Kesadaran
manusia akan dirinya sendiri merupakan perujudan individualitas manusia.
Kesadaran ini mencakup pengertian yang sangat luas diantaranya ; kesadaran akan
realitas, selfrespect, selfnarcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbadaan
dan persamaan terhadap potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar dari self
realisasi.
Manusia yang dilahirkan telah
dikaruniai potensi yang berbeda-beda dari yang lainnya atau menjadi seperti
dirinya sendiri. Tidak ada individu yang identik dimuka bumi ini, bahkan dua
anak yang kembar sekalipun pasti mempunyai perbedaan, hanya serupa namun tidak
sama apalagi identik.
Kita
ambil contoh, ada dua orang yang kembar, yang mempunyai tangan dan kaki yang
sama. Akan tetapi kembar pertama menggunakan tangan dan kakinya untuk melakukan
kejahatan dan kembar kedua menggunakan tangan dan kakinya untuk melakukan
kebaikan. Secara tidak langsung kembar kedua tidak ingin disamakan dengan
kembar pertama karena perilaku kembar pertama tidak baik. Maka dari contoh
tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap manusia itu serupa tetapi tidak sama.
Manusia
juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasa’an) sehingga sanggup berdiri
sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia
senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi
hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya).
kepribadian seseorang yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat
dibagi-bagi (indevide). Setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan
bandingannya) dengan adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak,
perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda.
M.J.Lavengeld
menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri yang sangat
kuat, meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga
memerlukan pihak lain, (pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk
memberi perlindungan dan bimbingan, sifat-sifat sebagaimana di gambarkan diatas
yang secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuhkan dikembangkan
melalui pendidika agar bisa menjadi kenyata’an. Sebab tanpa dibina melalui
pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang
memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian yang unik, serta kesanggupan untuk
memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat esensial dari adanya
individualitas pada diri manusia.
Dengan kata lain kepribadian
seseorang tidak akan terbentuk dengan semestinya, sehingga seseorang tidak
memiliki warna kepribadian yang khas sebagai miliknya. Jika terjadi hal
demikian seorang tidak memilki kepribadian yang otonom dan orang seperti ini
tidak akan memilki pendirian serta mudah dibawa oleh arus masa, padahal fungsi
utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk keribadianya
atau menemukan kemandiriannya sendiri.
Faktor yang mempengaruhi dimensi
keindividuan
1.
Lingkungan
Diantara faktor yang mempengaruhi berkembangnya individu
sangatlah berfariasi, dalam pemaparan kali ini, factor yang ada hanyalah
sebagian kecil dari factor-faktor yang lain, Murray menekankan factor yang
mempengaruhi individu ialah kebutuhan dan motifasi merupakan penekanan yang
cukup berpengaruh. Dipihak lain murray juga menekankan tuntutan lingkungan
(environmental press), tuntutan lingkungan adalah kekuatan-kekuatan dari orang
lain yang dapat mengarahkan perilaku seseorang.
2.
Pendidikan
Sebagai contoh, melihat seorang teman yang memperoleh nilai
terbaik di kelasnya, mungkin dapat menjadi sebuah dorongan yang memacu usaha
seorang teman untuk menjadi unggul. Adapun faktor yang mempengaruhi dalam
pendidikan antara lain :
Menurut teori nativisme, teori ini menjelaskan bahwa faktor
yang mempengaruhi di bidang pendidikan yaitu bahwasanya individu lahir ke bumi
membawa faktor turunan, yang dibawa sejak lahir yang berasal dari orang tuanya.
Teori nativisme pada umumnya mempertahankan konsepsinya yang menunjukan
berbagai kesama’an atau kemiripan antara orang tuanya dengan anaknya, sebagai
contoh: orang tua yang memiliki keahlian dibidang sainsmaka akan memiliki
keturunan yang sama dengannya.
Namun teori nativisme tidak memberikan implikasi yang
tidak kondusif bagi pendidikan. Teori ini tidak memberikan kemungkinan bagi
pendidik dalam upaya mengubah kepribadian peserta didik. Berdasarkan hal itu,
peran pendidik dan sekolah sangat kecil sekali dapat dipertimbangan untuk
mengubah kepribadian. Sebab pendidikan dipandang tidak berfungsi untuk mengubah
keadaan anak, anak akan tetap sesuai dengan dasar yang dimilikinya. Namun demikian,
hal tesebut bertentangan dengan realitas yang sesungguhnya. Karena terbukti
sejak dahulu hingga sekarang, para orang tua dan guru, baik dirumah maupun
disekolah, mereka mendidik anak/siwa siswinya karena pendidikan merupakan
faktor yang sangat penting dan harus dilakukan dalam rangka membantu anak/siswa
agar berkembang sesuai yang diharapkan.
3.
Masyarakat
Masyarakat juga memberikan pengaruh terhadap individu karena
masyarakat merupakan tempat kedua bagi individu dalam berinteraksi. Karena
keluarga terdapat dan berkumpul dalam suatu masyarakat. Secara sadar atau tidak
keadaan masyarakat cukup member pengaruh kepada kepribadian seseorang.
Kedudukan individu dalam masyarakat merupakan kondisi atau situasi yang tidak
dapat dihindari karena individu juga merupakan makhluk sosial yang pasti
membutuhkan manusia lain dalam hidupnya. Artinya, individu itu dependen dalam
masyarakat.
b). Dimensi
kesosialan
pengertian
Dimensi kesosialan merupakan dimensi yang pada
dasarnya setiap individu diharapkan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya
dengan dasar-dasar yang baik agar dalam perkembangan selanjutnya tidak
meninggalkan bibit-bibit perpecahan antara satu dengan yang lainnya demi
terciptanya masyarakat yang lebih kondusif.
Seseorang akan menemukan jati dirinya manakala berada
diantara orang banyak artinya manusia tidak mengenali dirinya dan dapat
mewujudkan potensinya sebelum dia berinteraksi dengan manusia lainnya. Manusia
adalah makhluk social sekaligus juga makhluk individu. Dimaksudkan disini
manusia berbeda dengan lainnya, namun manusia sangat membutuhkan manusia lain
karena manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia hidup
dalam suasana interdependensi (saling ketergantungan) dalam antar hubungan dan
antaraksi. Sebagai contoh posisi keluarga atau orang tua dalam menentukan
disiplin anak. Bahwasanya anak itu juga manusia yang tidak bisa hidup sendiri
dan membutuhkan orang disekitarnya untuk mendidik sang anak.
Faktor yang mempengaruhi dalam dimensi kesosialan
1. Masyarakat
Manusia dilahirkan sebagai suku bangsa tertentu, Perubahan
sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut nilai-nilai sosial, pola
perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat,
kekuasaan dan wewenang, yang terjadi secara cepat atau lambat memiliki pengaruh
mendasar bagi pendidikan. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan
gerakan yang membawa dampak perubahan disana sini.
2. Pendidikan
Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara
dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah
menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang
siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan
industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung
dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang
ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga
makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.
c). Dimensi
kesusilaan
Pengertian
Susila berasal dari bahasa Sanskerta. Susila berasal dari
dua kata yaitu “su” yang artinya baik, dan “sila” yang artinya perbuatan. Jadi
susila adalah segala perbuatan yang baik. Jadi hubungan dari hakekat manusia
dengan dimensi kesusilaan adalah dimana seluruh dari hakekat manusia
hendaknya merupakan susila atau perbuatan yang baik. Disamping itu, dalam
menjalankan hakekat sebagai manusia kita juga harus berpedoman pada etika
berprilaku yang baik dan sopan terhadap sesama.
Dimensi kesusilaan bisa juga disebut dengan keputusan yang
lebih tinggi. kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket. Etika adalah
(persoalan kebaikan) sedangkan etiket adalah (persoalan kepantasan
dan kesopanan). Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan susila, serta melaksanakannya. Sehingga dikatakan manusia itu makhluk
susila. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai
kehidupan. Susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan
yang lebih sempurna.
Nilai kehidupan adalah norma yang berlaku dalam masyarakat,
moral ialah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan. Dalam moral ajarkan
segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan
yang dinilai buruk yang ditinggalkan.
Tahapan perkembangan nilai-nilai yang terkandung dalam
dimensi ini memiliki berbagai macam tingkatan, antara lain:
§ Tingkatan pertama, Anak berorientasi
pada kepatuhan dan hukuman, nilai dianggap baik atau buruk atas dasar akibat
yang ditimbulkannya.
§ Tingkatan kedua, Pada tahapan ini,
seseorang tidak lagi tergantung pada aturan yang secara mutlak mengaturnya,
namun seseorang menjadikan aturan sebagai suatu yang dianggap sebagai aturan
yang membuatnya tidak bebas dan selalu mengikuti kehendak pribadi.
§ Tingkatan ketiga, Pada
tingkatan ini seorang anak memasuki umur belasan tahun, dimana mereka
mempelihatkan orientasi perbuatan yang dinilai baik.
§ Tingkatan keempat, Pada tahapan ini,
perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya dapat diterima,
melainkan bertujuan agar ikut mempertahankan aturan dan norma-norma.
§ Tingkatan kelima, Tingkatan ini
merupakan tahapan orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan
lingkungan sosial. Pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya
dengan lingkungan sosial, dengan masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi dalam dimensi kesusilaan
Faktor yang mempengahuri pertumbuhan dan perkembangan
kesusilaan manusia pada lingkungan keseharian pada dasarnya seseorang
diharapkan mampu memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung didalam
unsur masyarakat. Pengamalan disini tidak hanya pengamalan semata, namun harus
diajarkan dan diresapi sedemikian mungkin sampai terciptanya llingkungan yang
harmonis dan itu terus berkelanjutan.
Manusia yang lahir dilengkapi dengan kata hati atau hati
nurani, sehingga memiliki potensi untuk dapat membedakan mana yang baik dan
yang buruk, sehingga ia memiliki pengetahuan. Manusia sebagai mahkluk susila
mampu memikirkan dan menciptakan norma-norma untuk mengatur hidupnya baik
kehidupan pribadi maupun sosialnya. Manusia merupakan mahkluk yang mampu
memahami nilai-nilai susila dan mampu mengambil keputusan susila serta
sekaligus ia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya terhadap perbuatan
susila dan perilakunya.
Manusia bukan hanya organisme yang hanya mengetahui
melainkan juga organisme yang mampu menilai perbuatan susila baik dirinya
sendiri maupun orang lain. Manusia susila adalah manusia yang memiliki,
menghayati dan melakukan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia mampu
mengkristalisasikan dan mengintegrasikan nilai-nilai yang tumbuh dalam
pengalaman hidupnya, menyatu dengan penghayatan nilai pribadinya menjadi suatu
pandangan hidup yang tersusun secara sistematis dalam suatu system nilai.
Pandangan manusia sebagai mahkluk susila didasari oleh
kepercayaan bahwa budi nurani manusia memiliki potensi dasar nilai. Kesadaran
manusia akan nilai tidak dapat dipisahkan dengan realitas social karena
fungsinya nilai-nilai dan efektifnya nilai-nilai hanya berada dalam kehidupan
social. Jadi, kesusilaan dan moralitas merupakan fungsi social, sehingga setiap
hubungan social mengandung fungsi susila atau hubungan moral. Tidak ada
hubungan sosial tanpa hubungan susila dan sebaliknya (Noorsyam, 1984).
d ). Dimensi
keberagamaan
Pengertian
Manusia adalah makhluk yang religius yang dianugrahi
ajaran-ajaran yang dipercayainya. Ajaran tersebut akan ada apabila didapatkan
melalaui bimbingan nabi. Manusia juga akan mendapatkan pelajaran agama dari
orang tua,guru agama, dan orang yang mengerti agama. Karena kita diwajibkan
memiliki agama untuk keselamatan hidup dan ketentraman hati. Contohnya orang
yang beragama islam, kristen, katolik, hindu dan budha.
Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah
makhluk lemah sehingga memerlukan tempat bertopang atau tempang mengadu.
manusia memerlukan agama demi keselamatan dan ketentraman hidupnya.
Disini
islam sebagai jalan hidup telah berdiri kokoh dan setabil, karena Al-Qur’an yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad, ini adalah firman abadi dari Tuhan yang
dinyatakan dalam situasi manusia yang berbeda melalui Nabi dan kitab suci yang
berbeda-beda. Stabilitas islam berasal dari kepatuhan hukum Ilahi, yang
menentukan aspek kehidupan, hal ini pada umumnya juga diajarkan oleh
agama-agama yang lainya, namun islam tidak bisa disamakan dengan
agama-agama yang lainya, dalam hal ini Allah swt berfirman :
Artinya
: “(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap
umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu
Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” [An-Nahl : 89]
Dengan demikian berarti ruang lingup ajaran islam meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia. Yang tidak bisa disamakan dengan agama-agama
yang lainnya, dan diera globalisasi sekarang ini sudah dibuktikan kebenaran agama
islam, dimana mana Al-Qur’an yang menjadi pedoman memberikan kontribusi yang
luar biasa bagi umat manusia.
Fungsi pendidikan dalam dimensi keberagamaan
Proses perkembangan agama dalam pendidikan dilatarbelakangi
dengan semakin merosotnya moral manusia dalam ruang lingkup keseharian saat
ini. Hal inilah yang menjadi tujuan dalam pendidikan, yang bertujuan membina
dan mendidik seseorang agar menjadi manusia yang bermoral dan berakhlak mulia.
Ilmu pengetahuan adalah alat yang harus dimiliki manusia,
agar mencapai kesempurnaan dirinya, antara lain meliputi berbagai aspek dalam
pembentukan kepribadian dibidang pendidikan, dalam hal ini pendidikan berbasis
pesantren lah yang menjadi pondasi utama dalam pelaksanaannya namun tidak
meninggalkan antar individu dengan lingkungan dalam sistem pengajarannya,
proses dan faktor yang mempengaruhi diantaranya:
1. Pembentukan hati
·
Pembentukan kata hati nurani.
·
Pembentukan niat dalam melakukan.
2. Pembentukan kebiasaan
·
Kebiasaan berbuat ihsan kepada Allah swt.
·
Kebiasaan berbuat ihsan kepada sesama manusia,
·
Kebiasaan berbuat ihsan terhadap makhluk Allah lainnya.
3. Pembentukan daya jiwa
·
Pembentukan filsafat atau pandangan hidup yang selaras dan
seimbang dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan tuntutan agama.
Dari ketiga pembahasan di atas, dalam hal ini memiliki dua
nilai, yaitu:
a. Nilai
Fungsional
Yang dimaksud disini ialah relevansi bahan dengan kehidupan
sehari-hari. Jika bahan itu mengandung kegunaan, atau berfungsi dalam kehidupan
sehari-hari, maka itu berarti memiliki nilai fungsional. Ditinjau dari segi
agama, jelas bahwa ajaran itu harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Nilai
Esensial
Maksudnya ialah nilai hakiki yng diajarkan dalam islam.
Bahwa kehidupan yang hakiki itu berlanjut di alam baqa, jadi kehidupan itu
tidak berhenti di dunia saja, melainkan terus sampai alam akhirat. Dengan
demikian seluruh nilai-nilai pengajaran islam itu bermuara pada nilai hakiki
atau nilai esensial, yang berbentuk nilai pembersianatau pensucian
rohani atau jiwa, yang memungkinkan seseorang untuk siap
menerima, memahami dan menghayati ajaran agama islam sebagai pandangan hidupnya
menuju manusia yang bermoral dan sesuai dengan landasan-landasan agama yang
memungkinkannya untuk selalu menjadikan ajaran agama sebagai landasan dalam
bersikap yang baik.
Dengan kesadaran akan adanya Tuhan dalam hidupnya, manusia
akan mempertimbangkan segala bentuk hubungan vertikal dengan-Nya. Manusia sadar
bahwa Tuhan yang menganugrahkan ajaran-ajaran-Nya kepada umat manusia untuk dijadikan
pedoman dalam memperoleh keselamatan hidupnya. Selain menyadari nilai-nilai
susila secara horizontal juga menyadarinya secara vertikal yang bersumber dari
Tuhan, yang selanjutnya dimanisfestasikan dalam aturan ataupun ajaran-ajaran
agama (Asy’ari, 1999).
2.4.
Pengembangan
Dimensi Hakikat Manusia
Sasaran
pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi
hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Manusia lahir telah dikarunia dimensi
hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi. Belum terktualisasi menjadi
wujud kenyataan atau ‘aktualisasi’, dari kondisi ‘potensi’, menjadi wujud
aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk berperan
dalam memberikan jasanya. Setiap manusia lahir dikaruniai ‘naluri’ , yaitu
dorongan – dorongan alami (dorongan makan, sexs, mempertahankan diri dan lain -
lain). Jika seandainya manusia dapat hidup dengan naluri maka tidak berdaya ia
dengan hewan. Hanya melalui pendidikan status hewani itu dapat diubah menjadi
kearah yang status manusiawi. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi
dalam pelaksanaanya mungkin bisa saja terjadi kesalahan – kesalahan yang
lazimnya di sebut salah pendidik itu adalah manusia biasa. Sehubungan dengan
itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu :
·
Pengembangan yang utuh,
dan
·
Pengembangan yang tidak
utuh
1. Pengembangan
yang utuh
Tingkat keutuhan
perkembagan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua factor, yaitu kualitas
dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas yang
disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembanganya. Pendidikan yang
berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghangtar subjek didik menjadi
dirinya selaku anggota masyarakat.
Selanjutnya pengembangan yang telah dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :
Selanjutnya pengembangan yang telah dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :
Ø
Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi
antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividuan, kesosialan,
kesusilaan dan keberagaman antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pengembangan aspek jasmani dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat
pelayanan secara seimbang. Kualitas perkembangan aspek rohaniah seperti,
pandai, berwawasan luas, berpendirian teguh, bertenggang rasa, dinamis, kreatif
terlalu memandang bagaimana kondisi fisiknya.
Pengembangan keindividuan, kesosialan, kesusilaan, dan keragaman. Dikatakan utuh jika semua dimensi mendapat pelayanan dengan baik. Dalam hal ini pengembangan dimensi keragaman menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang disebut terdahulu.
Pengembangan keindividuan, kesosialan, kesusilaan, dan keragaman. Dikatakan utuh jika semua dimensi mendapat pelayanan dengan baik. Dalam hal ini pengembangan dimensi keragaman menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang disebut terdahulu.
Pengembangan
domain kognitif, efektif dan psikomotorik dikatakan utuh jika ketiga – tiganya
mendapat pelayanan yang berimbang. Pengutamaan domain kognitif dengan
mengabaikan domain efektif misalnya yang terjadi pada system persekolahaan
dewasa ini hanya akan menciptakan orang – orang pintar yang tidak berwatak.
Ø
Dari arah pegembangan
Keutuhan
pengembangan dimensi hakikat manusia dapat dirahkan kepada pengembagan dimensi
keindividuan, kesosialan, kesusilaan dan keragaman secara terpadu. Jika
dianalisa satu persatu gambaranya sebagai berikut : pengembangan yang sehat
terhdap dimensi keindividuan memberi peluang pada seorang untuk menjadikan
eskplorasi terhadap potensi – potensi yang ada pada dirinya, baik kelebihanya
maupun kekuranganya.. segi positif yang ada ditingkatan dan negative dihambat.
Pengembangan yang berarah konsentis ini bermakna memperbaiki diri atau
meningkatkan martabat atau yang sekaligus juga membuka jalan kearah bertemunya
sesuatu pribadi dengan pribadi yang lain secara selaras dengan tanpa mengganggu
otonomi masing – masing.
Pengembangan
yang sehat terhadap dimensi kesosialan yang lazim disebut pengembangan
horizontal membuka peluang terhadap ditingkatkanya hubungan fisik yang berarti
memelihar kelestarian lingkungan disamping mengekplorasinya
Pengembangan domain kognitif, efektif dan psikomotorik disamping keselarasan (perimbangan antara keduanya), juga perlu diperhatikan arahnya. Yang dimaksud adalah arah pengembangan dari jenjang yang rendah kejenjang yang lebih tinggi. Pengembangan ini disebut pengembangan vertical. Sebagai contoh pengembangan domain kognitif dari kemampuan mengetahui, memahami dan seterusnya sampai pada pengetahuan mengevaluasi.
Pengembangan domain kognitif, efektif dan psikomotorik disamping keselarasan (perimbangan antara keduanya), juga perlu diperhatikan arahnya. Yang dimaksud adalah arah pengembangan dari jenjang yang rendah kejenjang yang lebih tinggi. Pengembangan ini disebut pengembangan vertical. Sebagai contoh pengembangan domain kognitif dari kemampuan mengetahui, memahami dan seterusnya sampai pada pengetahuan mengevaluasi.
2. Pengembangan
yang tidak utuh.
Perkembangan
yang tidak utuh terhdap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam proses
pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangai, misalnya kesosialan didominasi oleh pengembangan domain koghitif.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya keperibadian yang pincang dan tidak mantap.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya keperibadian yang pincang dan tidak mantap.
0 komentar:
Posting Komentar